Zakat Fitrah Ditetapkan Rp 22 Ribu

KUTACANE - Kepala Kantor Kementrian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Aceh Tenggara, Drs Jauharuddin, Ketua Mahkamah Syariyah, Drs Usman Syamaun, dan Wakil Ketua I  MPU, HM Abbas telah menetapkan zakat fitrah dan fidhiyah untuk lebaran tahun ini.

Kakankemenag, Aceh Tenggara, Drs Jauharuddin kepada Serambi, Kamis (26/8)mengatakan, setelah melihat dan mengadakan pengecekan langsung ke pasar Kutacane, tentang harga beras menurut tingkatan kwalitasnya. Bahwa tingkatan sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat umat Islam di Aceh Tenggara adalah bervariasi. Sehingga makanan pokok (beras) yang digunakan oleh keluarga juga berbeda-beda kwalitasnya dan harganya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dikatakan, kalau membayar zakat fitrah dengan menggunakan beras sebanyak 10 muk susu untuk semua tingkatan. Sedangkan, kalau dengan uang, beras kualitas baik diperhitungkan sebesar Rp 22.000 perjiwa,  beras kwalitas sedang diperhitungkan sebesar Rp 20.000 perjiwa, sedangkan beras kualitas rendah Rp 17.000 perjiwa.

Lanjutnya, sedangkan untuk membayar fidhiyah adalah sebesar Rp 20.000 setiap harinya atau beras sebanyak dua bambu. Menurutnya, para muzakki yang membayar zakat fitrahnya hendaknya disesuaikan dengan tingkatan keadaan kemampuan masing-masing sesuai dengan keputusan ini.

Masjid Agung Kutacane Butuh Dana Rp 50 M

KUTACANE - Pembangunan Masjid Agung At-Taqwa Kutacane, Aceh Tenggara yang telah dilakukan peletakan batu pertama oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menjelang Ramadhan beberapa hari lalu, membutuhkan dana lebih kurang Rp 50 miliar untuk merampungkannya. Menurut Bupati Aceh Tenggara, Hasanuddin B kepada Serambi Kamis (19/8) saat meninjau lokasi pembangunan masjid tersebut mengatakan,

dana yang dibutuhkan untuk pembangunan Mesjid Agung At-Taqwa tersebut lebih kurang mencapai Rp 50 miliar. Dan, dana yang sudah ada dari sumbangan Gubernur Aceh sebesar Rp 10 miliar, APBK Rp 7,5 miliar, dan sumbangan dari pengusaha Abu Rizal Bakhrie Rp 500 juta dan pengusaha Lukman CM Rp 200 Juta.

Menurut Sanu, saat ini pihak panitia masih membutuhkan dana sebesar Rp 20 miliar untuk bisa menyelesaikan pembangunan Mesjid Agung At-Taqwa Kutacane tersebut. Katanya, masjid tersebut merupakan yang terbesar di kabupaten Se-Aceh dalam Provinsi Aceh, dengan luas areal masjid tersebut sekitar 1,5 hektare dan nantinya mampu menampung sebanyak 4.000 jamaah. Ditambah Hasanuddin, bangunan masjid itu saat ini baru rampung dikerjakan sekitar 20 persen,  dan ditargetkan tahun depan masjid itu sudah rampung, paling tidak sudah dapat digunakan untuk shalat berjamaah.

Warga Mengeluh Listrik Padam di Kutacane

KUTACANE - Sejak tiga hari terakhir, listrik sering padam di Kutacane, Aceh Tenggara. Akibatnya, masyarakat di kabupaten itu mengeluh. Sementara pihak pihak PLN mengakui padamnya listrik itu akibat adanya pemeliharaan jaringan. Bukhari Budiman Ali, seorang warga Kutacane kepada Serambi, Jumat (13/8) mengatakan, sejak tiga hari ini, suplai arus listrik di daerah mereka sering padam. Bahkan, listrik padam tak beraturan khususnya pada saat menjelang berbuka puasa dan juga saat mereka hendak mendirikan shalat Tarawih. Dikatakan, sebelumnya, mereka membaca di media massa, bahwa pihak PLN berjanji tidak ada pemadaman listrik di Aceh.

Tapi buktinya, sampai saat ini pasokan listrik di Agara tak stabil, sehingga menyebabkan rekening listrik mereka membengkak dan alat electronik rusak karena arus listrik yang dipasok ke pelanggan tak beraturan. Menurutnya, kalau terjadinya pemadaman listrik di daerah itu, karena ada gangguan jaringan atau perbaikan, setidaknya pihak PLN Agara mengumumkannya di media massa. Selama ini, pelayanan pihak PT PLN terhadap pelanggan di Agara sangat mengecewakan. Sementara itu, Manager Ranting PLN Aceh Tenggara, Hafiz Ham Lubis, kepada Serambi Jumat (13/8) mengatakan, berdasarkan surat dari PT PLN Ranting Tiga Binanga, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, nomor. 063/152/T(bn/ 2010 tanggal 11 Agustus, adanya pemadaman listrik karena adanya pekerjaan pemeliharaan di lokasi Desa Kenangkong dan Lau Balang, Medan.Dikatakan, pemadaman listrik pasokan dari Sumut di Aceh Tenggara meliputi Kecamatan Lawe Sigala-gala, Babul Makmur, Tanoh Alas, Leuser, Simpang Semadam, Babul Rahmah dan Lawe Alas. Menurutnya, pemadaman itu dilakukan sehubungan dengan kondisi tiang sudah amat sangat kritis dikhawatirkan roboh yang dapat membuat gangguan system pasokan listrik dan menimbulkan kecelakaan kepada masyarakat pengguna jalan. Menurutnya, pemadaman itu dilakukan mulai tanggal 14 Agustus 2010 dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB atau setiap hari Sabtu akan dilakukan pemadaman.

Kodim Gayo Lues Gelar Binter

BLANGKEJEREN - Kodim 0113 Gayo Lues, Kamis (12/8) menggelar acara pembinaan teritorial (Binter) kabupaten tersebut. Kegiatan itu merupakan salah satu fungsi utama TNI-AD terhadap masyarakat untuk menyiapkan potensi wilayah dengan berbagai macam aspek.
Dandim Gayo Lues Letkol Kav Rusdi kepada Serambi Kamis kemarin mengatakan, kegiatan binter dilaksanakan untuk mengikuti pekembangan ekonomi yang semakin tidak menentu yang membawa dampak yang negatif bagi masyarakat.

Katanya, seringnya meletak tabung gas membauta masyarakat resah dan ketakutan saat memasak. Akibat, masyarakat kembali memilih untuk memanfaatkan minyak tanah, yang berakibat sering langkanya minyak tanah itu. Disampaikan, kegiatan itu juga merupakan satuan kewilayahan mendukung kegiatan dari komando atas didalam melaksanakan program membuat energi alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM), yaitu mengembangkan briket.

Menurut Letkol Rusdi, dengan adanya penemuan baru yang dipraktekkan oleh Kodim 0113/Galus tentang pembuatan briket yang pengolahannya sangat sederhana dan tidak memakan biaya besar. Dalam hal ini, Kodim Gayo Lues bekerja sama dengan instansi terkait telah melaksanakan kegiatan pengembangan briket tersebut.

Jamaah Tarawih Terganggu Suara Petasan

KUTACANE - Suara letusan petasan sangat menggangu jamah shalat Tarawih di Desa Lawe Loning Aman, dan desa sekitarnya di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Agara. Karena itu, masyarakat mengharapkan pihak berwajib agar menertibkan tempat penjualan petasan .

Tokoh masyarakat Desa Lawe Loning Aman, Mawardi, kepada Serambi Kamis (12/8) mengatakan, pada Rabu (11/8) malam suara petasan sangat mengganggu jamaah shalat Tarawih. Katanya, anak-anak main perang-perangan menggunakan mercon, sehingga selain mengganggu kekusyukan jamaah shalat Tarawih, juga membahaykan bagi mereka sendiri.

Untuk itu, dimintakan kepada pihak kepolisian dan Satpol PP agar menertibkan para pedagang yang membandel menjual barang terlarang tersebut. Selain itu, kepada petugas juga diminta agar merazia setiap mobil barang masuk ke Aceh Tenggara, sehingga tidak memasukkan barang terlarang yang sangat mengganggu ketentraman masyarakat tersebut

Kanmenag Agara Gelar Ceramah Sambut Ramadhan

KUTACANE - Jajaran Kementerian Agama (Kanmenag) Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu (7/8) mengelar acara ceramah menyambut bulan Suci Ramadhan 1431 Hijriah. Acara yang berlangsung di halaman Kantor Kanmenag setempat itu mengahdirkan penceramah Gunawan Adnan, dosen IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Kepala Kantor Kementerian Negara (Kakanmenag) Agara, Jauharuddin dalam siaran persnya kepada Serambi Selasa (10/8) menyatakan, perlu adanya peningkatan kualitas diri dan keikhlasan beramal dalam memberikan pelayanan keberagamaan dan kehidupan beragama terlebih dalam bulan suci Ramadhan ini. Selain itu Kakanmenag, berharap seluruh jajaran Kanmenag perlu menyelaraskan dalam kehidupan sehari-hari antara iman, ilmu dan amal.

Bupati Aceh Tenggara, Hasanuddin B dalam sambutannya mengatakan,  pembangunan keagamaan adalah pembangunan fisik dan mental. Pembangunan fisik dimaksud katanya, seperti contoh pembangunan Islamic Center di Lawe Pakam, Pembangunan Masjid At-Taqwa serta membangunan beberapa pesantren. Dari segi mental Pemkab melakukan pelatihan terhadap penyuluh keagamaan, menyelenggarakan dakwah di perbatasan, dan memberikan bantuan berupa buku-buku keagamaan serta meningkatkan frekwensi pengajian majlis taklim dan majlis dzikir. Disisi lain Bupati Aceh Tenggara menyatakan ‘perang’ terhadap judi togel, miras, dan PSK. Perang ini tentu tidak akan berhasil bila masyarakat Aceh Tenggara tidak mendukung kebijakan ini.

DSI Agara Ingatkan Warga tak Buka Warung Siang Hari

KUTACANE - Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh Tenggara, berkeliling kota Kutacane dengan menggunakan mobil dan memakai pengeras suara, mengimbau kepada warga di bumi sepakat agar tidak membuka warung paad siang hari di bulan puasa.

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Tenggara, Bukhari Ahmad, kepada Serambi Selasa (10/8) mengatakan, petugas DSI telah berkeliling kota dengan menggunakan mobil dinas dan menyalakan alat pengeras suara (mikrofon) hingga ke kawasan pelosok desa untuk mengimbau masyarakat Agara agar menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan dan meramaikan rumah ibadah dan lainnya.

Selain itu kepada wearga juga diingatkan agar tidak membuka warung pada siang hari selama bulan Ramadhan. Selain itu juga diminta kepada warga untuk meramaikan mesjid, mushalla,  serta melaksanakan tadarus setelah shalat tarawih.

KAMMI Unjuk Rasa di Dinas Syariat Islam

 KUTACANE - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Syariat Islam, Jumat (6/8). Massa datang mengusung spanduk dan poster meminta Dinas Syariat Islam aktif memberantas kemaksiatan di daerah tersebut. Kedatangan mahasiswa itu disambut oleh Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Tenggara, Bukhari Achmad. Koordiantor aksi, Idrus Selian, dalam orasinya mengimbau umat Islam untuk sama-sama dengan pemerintah membersihkan Aceh Tenggara dari kemaksiatan. Sehingga bulan suci Ramadhan tidak tercemar dengan kemaksiatan yang hingga kini masih sering terjadi.

Kepada Pemkab Agara dan Dinas Syariat Islam juga diingatkan agar menyambut bulan Ramadhan ini dengan menggelar operasi memberantas maksiat seperti, pelacur, judi togel dan kemaksiatan lainnya.  Menanggapi orasi massa KAMMI itu, Kepala Dinas Syariat Islam, Aceh Tenggara, Bukhari Ahmad mengatakan, pihaknya berupaya menjalankan sesuai dengan permintaan massa tersebut dan pihaknya sangat mendukung pemberantasan maksiat di bumi sepakat segenap. Massa yang datang berjalan kaki pada pukul 10.30 WIB dan membubarkan diri dengan damai aman dan tertib pada pukul 11.00 WIB.

Suku Alas

Sejarah dan Seni Budaya Etnis Alas Ukhang Alas atau khang Alas atau Kalak Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Indonesia dimana keadaan penduduk lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata “Alas” berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing), beliau bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.
Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama RAJA LAMBING yaitu keturunan dari RAJA LOTUNG atau dikenal dengan cucu dari GURU TATAE BULAN dari Samosir Tanah Batak, Tatae Bulan adalah saudara kandung dari RAJA SUMBA. Guru Tatae Bulan mempunyai lima orang anak, yaitu Raja Uti, Saribu Raja, Limbong, Sagala, dan Silau Raja. Saribu Raja adalah merupakan orang tuanya Raja Borbor dan Raja Lontung. Raja Lontung mempuyai tujuh orang anak yaitu, Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar atau yang dikenal dengan siampudan atau payampulan. Pandiangan merupakan moyangnya Pande, Suhut Nihuta, Gultom, Samosir, Harianja, Pakpahan, Sitinjak, Solin di Dairi, Sebayang di Tanah Karo, dan SELIAN di Tanah Alas, Keluet di Aceh Selatan.
Raja Lambing adalah moyang dari merga Sebayang di Tanah Karo dan Selian di Tanah Alas. Raja Lambing merupakan anak yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu abangnya tertua adalah Raja Patuha di Dairi, dan nomor dua adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh Selatan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Pinem atau Pinim.
Kemudian Raja Lambing hijrah ke Tanah Karo dimana keturunan dan pengikutnya adalah merga Sebayang dengan wilayah dari Tigabinanga hingga ke perbesi dan Gugung Kabupaten Karo.
Diperkirakan pada abad ke 12 Raja Lambing hijrah dari Tanah Karo ke Tanah Alas, dan bermukim di Desa Batumbulan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Selian. Di Tanah Alas Raja Lambing mempunyai tiga orang anak yaitu Raja Lelo (Raje Lele) keturunan dan pengikutnya ada di Ngkeran, kemudian Raja Adeh yang merupakan moyangnya dan pengikutnya orang Kertan, dan yang ketiga adalah Raje Kaye yang keturunannya bermukim di Batumbulan, termasuk Bathin. Keturuan Raje Lambing di Tanah Alas hingga tahun 2000, telah mempuyai keturunan ke 26 yang bermukim tersebar diwilayah Tanah Alas (Effendy, 1960:36; sebayang 1986:17).

Kutacane

KABUPATEN ACEH TENGGARA
Kabupaten Aceh Tenggara berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut, yakni bagian dari pegunungan Bukit Barisan. Taman Nasional Gunung Lauser yang merupakan daerah cagar alam nasional terbesar terdapat di kabupaten ini. Pada dasarnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi wisata alam, salah satu diantaranya adalah Sungai Alas yang sudah dikenal luas sebagai tempat olah raga Arung Sungai yang sangat menantang. Setelah mengalami gejolak yang cukuppanas dan lama, akhirnya Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tenggara (Hasanuddin Beruh dan Syamsul Bahri) pada tanggal 1 September 2007 dilantik oleh Gubernur NAD.
Secara umum ditinjau dari potensi pengembangan ekonomi, wilayah ini termasuk Zona Pertanian. Potensi ekonomi daerah berhawa sejuk ini adalah kopi dan hasil hutan. Dalam bidang Pertambangan, Aceh Tenggara memiliki deposit bahan galian golongan-C yang sangat beragam dan potensial dalam jumlah cadangannya.
Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari 11 kecamatan yaitu:

Aceh Raih Juara III Dunia

YALOVA, TURKI - Tim kesenian Aceh yang diwakili Lembaga Seni Qasidah Indonesia (Lasqi-Aceh) dalam International Folkdance Festival (Festival Tari Rakyat international), berhasil meraih posisi juara III. Juara I direbut Rusia, juara II Cyprus dan busana terbaik dari negara Macedonia. Inilah sebuah prestasi mengagumkan yang ditorehkan dengan tinta emas oleh anak-anak Aceh dalam perhelatan seni tingkat dunia.

Wartawan Serambi Indonesia, Fikar W Eda, yang meliput kegiatan tersebut di Yalova, Turki, melaporkan bahwa dalam sesi perlombaan yang berlangsung Rabu (28/7) malam waktu Turki atau Kamis (29/7) dinihari WIB, delegasi Aceh mempersembahkan tarian berjudul Geunta ciptaan Teuku Admiral, koreografer muda yang sekarang menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Sabang. Saat panitia mengumumkan kemenangan Aceh, langsung disambut sorak kegirangan oleh tim Aceh yang sedang berparade di atas panggung.
Pimpinan Lasqi Aceh, Ny Dewi Meutia Muhammad Nazar, yang tak lain adalah istri Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar, yang menyaksikan acara itu dari sayap kanan panggung langsung meluapkan kagembiraan dengan menyalami dan memberi selamat kepada para penari dan pemusik. Hadir pula di tempat itu rombongan Anggota DPRA dan sejumlah pejabat Pemerintahan Aceh.

Plakat penghargaan diterima Cut Putri Rahmi yang mengenakan pakaian adat Aceh warna kuning telur. “Sebuah pengalaman penting untuk saya saat menerima plakat penghargaan ini. Tidak diduga sama sekali. Saya benar-benar gugup,” kata Cut Putri yang tampak gembira.

International Folkdance Festival itu berlangsung di kota Yalova, Turki, antara lain diikuti oleh Indonesia, Rusia, Cyprus, Macedonia, Korea Selatan, Bulgaria, Bosnia Herzegovina, Montenegro, Macedonia, Italia, Sierra Leona dan Yakutista. Festival tersebut berlangsung tiap tahun dan sudah berjalan selama 24 kali.  Yalova adalah kota wisata berpenduduk 90 ribu jiwa dan salah satu provinsi di Turki. Kota ini terletak di tepi Laut Marmara, laut yang menghubungkan Benua Asia dan Eropa. Yalova dapat dicapai dua jam perjalanan dari Istanbul menggunakan mobil dan feri penyeberangan.

Sosial Budaya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdiri atas sembilan suku, yaitu Aceh (mayoritas), Tamiang (Kabupaten Aceh Timur Bagian Timur), Alas (Kabupaten Aceh Tenggara), Aneuk Jamee (Aceh Selatan), Naeuk Laot, Semeulu dan Sinabang (Kabupaten Semeulue). Masing-masing suku mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir masing-masing.

Bahasa yang umum digunakan adalah Bahasa Aceh. Di dalamnya terdapat beberapa dialek lokal, seperti Aceh Rayeuk, dialek Pidie dan dialek Aceh Utara. Sedangkan untuk Bahasa Gayo dikenal dialek Gayo Lut, Gayo Deret dan Gayo Lues.

Di sana hidup adat istiadat Melayu, yang mengatur segala kegiatan dan tingkah laku warga masyarakat bersendikan hukum syariat Islam. Penerapan syariat Islam di provinsi ini bukanlah hal yang baru. Jauh sebelum Republik Indonesia berdiri, tepatnya sejak masa kesultanan, syariat Islam sudah meresap ke dalam diri masyarakat Aceh.

KAMMI Unjuk Rasa di Dinas Syariat Islam

KUTACANE - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Syariat Islam, Jumat (6/8). Massa datang mengusung spanduk dan poster meminta Dinas Syariat Islam aktif memberantas kemaksiatan di daerah tersebut. Kedatangan mahasiswa itu disambut oleh Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Tenggara, Bukhari Achmad. Koordiantor aksi, Idrus Selian, dalam orasinya mengimbau umat Islam untuk sama-sama dengan pemerintah membersihkan Aceh Tenggara dari kemaksiatan. Sehingga bulan suci Ramadhan tidak tercemar dengan kemaksiatan yang hingga kini masih sering terjadi.

Kejari Kutacane Lamban Usut Kasus Proyek Multi Canel

KUTACANE – Ketua Aceh Koruption Watch (ACW) Aceh Tenggara, Salatuddin SH mengatakan, Kejari Kutacane dinilai sangat lamban dalam menangani kasus-kasus korupsi yang ada termasuk kasus proyek multi canel hingga kini masih mengendap.

Karena itu, Salatuddin mendesak pihak Kejari Kutacane untuk segera menuntaskan kasus-kasus korupsi yang sedang ditanganinya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di tengah-tengah masyarakat. Ketua ACW Agara itu justru menduga, kini dikalangan Kejari Kutacane telah terjadi politik balas jasa dalam menuntaskan kasus korupsi khususunya yang disinyalir akan melibatkan sejumlah pejabat di jajaran Pemkab Agara.

Buktinya, tambah Salatuddin, hingga kini kasus mark-up proyek multi canel tahun 2008 di Setdakab Agara sebesar Rp 1,425 miliar, hingga kini masih mengendap dan belum ada penetapan tersangka. Sebelumnya, tambah Salatuddin, Kejari Kutacane telah menerima dana hibah dari Pemkab Agara mencapai Rp 650 juta pada tahun 2009 dan uang tersebut masuk ke rekening pribadi oknum jaksa. “Seharusnya pihak Kejati Aceh segera turun ke Kutacane dan menyelidiki soal dana hibah tersebut,” tambah Ketua ACW Agara itu.

Anehnya, sebut Ketua ACW Agara itu, ketika LBH-ACW berunjuk rasa beberapa waktu lalu di Kejari Kutacane, Kasi Pidsus, di hadapan pengunjuk rasa berjanji akan ada peningkatan status dalam hal menanggani kasus korupsi yang ditanggani Kejari Kutacane. Namun, sampai sekarang belum ada seorangpun yang ditetapkan jadi tersangka terkait kasus Multi Canel tersebut.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kutacane, Taufik Hidayat SH, kepada Serambi beberapa waktu lalu, pihaknya hingga kini belum menetapkan satupun tersangka dalam kasus dimaksud. Sebelumnya, dua bulan lalu, mereka juga telah memanggil sedikitnya enam orang terkait kasus dugaan mark-up proyek multi canel dan mereka hanya dimintai keterangannya sebagai saksi.

Penyelamatan Leuser Tanggungjawab Dunia

Kutacane, Aceh (ANTARA News) - Upaya penyelamatan ekosistem kawasan Leuser di Provinsi Aceh tidak hanya menjadi tanggungjawab penduduk Aceh tapi juga masyarakat internasional, kata Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda.

"Leuser telah ditetapkan sebagai `paru-paru` dunia karenanya masyarakat internasional juga memiliki tanggungjawab yang sama dalam melestarikan kawasan ini," katanya di Kutacane, ibukota Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu.

Hal itu disampaikan dihadapan ribuan masyarakat dan simpatisan Partai Golkar yang menghadiri pembukaan Rapat kerja daerah (Rakerda) partai tersebut.

Upacara Kematian pada Masyarakat Suku Alas

Pendahuluan
Manusia berakal merupakan syarat mutlak bagi pendukung suatu kebudayaan, karena akal penyebab adanya kebudayaan, akal melahirkan pikir dan rasa. Keseluruhan pikir dan rasa yang ada dalam pemikiran manusia, merupakan hal yang sangat bernilai dalam hidupnya, sebagai pedoman tertinggi atas perilakunya. Dengan demikian pikir dan rasa atau konsepsi-konsepsi yang ada dalam alam pikiran masyarakat ( sistem nilai budaya), tidak langsung terlihat, melainkan tercermin dan terwujud dalam pola tingkah laku, pergaulan sosial serta pemikiran masyarakat yang bersangkutan.
Nilai-nilai budaya yang menjadi ciri-ciri kehidupan suatu masyarakat biasanya terkandung di dalam sumber-sumber tertulis, lisan dan gerak. Sumber-sumber tertulis dapat berupa naskah-naskah kuno. Sumber lisan berupa cerita-cerita rakyat, sastra lisan, Sedangkan sumber gerak terwujud dalam kegiatan seperti permainan rakyat, upacara-upacara.
Upacara tradisional adalah merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan, tumbuh dan berkembang secara historis pada masyarakat pendukungnya, berfungsi mengukuhkan norma-norma sosial dan nilai-nilai luhur. Salah satu upacara tradisional yang masih dan terus dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya adalah upacara kematian. Banyak orang yang menganggap sepele terhadap upacara kematian. Orang lebih tertarik memperhatikan upacara daur hidup yang lain seperti upacara perkawinan. Padahal apabila kita amati dengan seksama sebagai mana yang telah diungkapkan di atas, upacara kematian juga megandung nilai-nilai luhur yang pada akhir akan diwarisi oleh para penerus pendukung kebudayaan tersebut.
Sebagaimana pula dengan masyarakat lain di belahan bumi ini, masyarakat Alas yang menempati wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, atau tepatnya di Kabupaten Aceh Tenggara juga memiliki upacara kematian.