Isak Tangis Warnai Enam Tahun Tsunami

Meski gempa bumi disusul tsunami dahsyat sudah enam tahun berlalu, tapi musibah itu sulit dilupakan, khususnya oleh masyarakat Aceh. Pada peringatan enam tahun tsunami kemarin, tak sedikit keluarga korban menangis. Misalnya saat mereka berziarah di kuburan massal korban tsunami di Ulee Lheue, Banda Aceh, Minggu (26/12).

Amatan Serambi, kuburan massal berjarak tak sampai 500 meter dari pinggir pantai itu mulai didatangi warga sejak pukul 08.00 WIB. Setiap orang yang umumnya datang dengan keluarga. Mereka mengaji, membaca Yasin, dan berdoa di kuburan yang sudah menjadi taman asri itu. Namun, sebagian di antara mereka tak kuasa menahan tangis saat mengaji dan berdoa, apalagi ketika melihat sejumlah foto korban dan kondisi tsunami yang dipajang di taman luas itu.

Suasana haru juga menyelimuti para keluarga korban tsunami yang berziarah ke kuburan massal Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Keluarga korban yang diikuti anak-anak kecil itu banyak yang tertunduk dan sesekali tampak menitikkan air mata sementara bibirnya terus melantunkan doa. Di samping zikir dan baca doa bersama yang dilaksanakan di lokasi-lokasi kuburan massal, kegiatan mengenang para korban tsunami juga dilangsungkan di masjid-masjid yang daerahnya terkena imbas langsung tsunami.

Pantauan Serambi, jemaah yang melaksanakan zikir dan doa bersama terlihat di hampir seluruh masjid dalam Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Di antaranya Masjid Al-Uswah (Deah Baro), Masjid Ayoudhya (Alue Deah Teungoh) dan Masjid Syech Abdul Rauf (Blang Oi). Demikian juga beberapa masjid di Kecamatan Jaya Baru, seperti Masjid Subulussalam Punge Blang Cut.

Sementara di Gampong Lampulo, seluruh ritual zikir dan doa bersama dipusatkan di sekitar objek wisata boat di atas sebuah rumah yang diikuti ribuan orang. Peserta zikir dan doa bersama itu berasal dari Majelis Taklim Kota Langsa serta dari Forum Bersama (Forsab) Aceh Tamiang dan Langsa serta ratusan tamu lain beserta seluruh warga setempat.

Pada saat itu juga dikukuhkan peresmian objek wisata boat di atas rumah dengan nama ‘objek wisata peringatan Allah’ disertai dengan serangkaian kegiatan lainnya.

Sedangkan puncak sekaligus pusat peringatan renungan enam tahun musibah mahadahsyat itu digelar di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh. Dihadiri Gubernur dan Wagub Aceh. Acara berbentuk salawat dan tausyiah agama itu turut disiarkan dalam program religius salah satu televisi swasta Indonesia pada pukul 13.00 WIB. Selain memajang sejumlah foto saat dan pascatsunami, video ketika tsunami juga ikut diputar dalam acara itu.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Aceh, Rasyidah M Dallah SE selaku ketua panitia dalam sambutannya mengatakan, di balik merenung cobaan Allah swt, peringatan enam tahun tsunami tersebut menjadi momentum kebangkitan menuju Aceh makmur, sejahtera, dan bermartabat.

“Tujuan peringatan ini, antara lain, menjadikan Aceh melalui peringatan tsunami setiap tahunnya sebagai daerah tujuan wisata unggulan lewat promosi objek wisata tsunami, wisata alam, budaya, dan wisata unggulan lainnya, sehingga tercapai tujuan Visit Banda Aceh Years 2011,” kata Rasyidah.

Sangat kerdil
Selanjutnya, saat penyampaian tausyiah oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Ir Tifatul Sembiring, acara itu dipandu oleh aktor dari Jakarta, David Khalik.

Tifatul mengatakan, sehari setelah tsunami dirinya beserta relawan lainnya dari Jakarta datang ke Banda Aceh. Menurutnya, kondisi Banda Aceh dan sebagian Aceh Besar saat itu sangat porak-poranda, mayat bergelimpangan. Tapi saat ini, berkat bantuan dari dalam dan luar negeri, pembangunan dan perekonomian Aceh sudah cukup meningkat.  “Ketika itu saya merasa, di Indonesia dan Aceh khususnya telah kiamat. Manusia, siapa pun dia betul-betul sangat kerdil di hadapan Allah. Yang besar adalah Allah swt,” kata Tifatul merenung.

Menurut Tifatul, berbagai musibah di muka bumi ini bisa disebabkan oleh ulah tangan manusia, seperti banjir dan longsor akibat penebangan liar (illegal logging) atau memang hukum alam sebagai cobaan dari Allah swt. “Sepatutnya kita berbangga dengan persatuan bangsa Indonesia. Saat terjadi musibah di suatu tempat, semua daerah saling membantu dan seakan ikut merasakan musibah itu,” kata Tifatul. Sebelumnya, hal yang sama disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof Dr Muslim Ibrahim dan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Menurut Gubernur, tak bisa dibayangkan ketika musibah itu, jika tak ada perhatian dari saudara-saudara dari luar Aceh, bahkan negara internasional.

Untuk mengenang duka tsunami, Gubernur mengimbau seluruh rakyat Aceh mulai 26 hingga 28 Desember setiap tahun, termasuk tahun ini mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung nasional. “Hal ini sesuai Keppres Nomor 112 Tahun 2004. Mari kita mengambil hikmah atas bencana yang menimpa nergeri ini, seraya berserah diri kepada Allah dan mendoakan para syuhada yang telah mendahului kita,” ajak Irwandi yang saat tsunami terbebas dari LP Keudah Banda Aceh, karena LP tersebut porak-poranda.

Wagub Aceh, Muhammad Nazar, serta seluruh unsur muspida plus Aceh dan muspida plus Banda Aceh turut hadir pada acara itu. Begitu juga pihak NGO dari luar negeri. Acara renungan enam tahun tsunami dimulai sekira pukul 09.00 WIB berlangsung sekita tiga jam.

Serahkan bantuan

Seusai kegiatan di Ulee Lheue, Wagub Muhammad Nazar kepada Serambi menginformasikan, pada momentum peringatan enam tahun tsunami, pihaknya menyalurkan bantuan untuk 500 orang anak yatim korban tsunami melalui panitia. “Semoga bantuan itu bisa bermanfaat,” kata Nazar.

Ia juga berharap agar bencana tsunami enam tahun lalu bisa diambil hikmah, tidak terus-menerus trauma dan sedih, tetapi harus menjadi pelajaran berharga untuk mempercepat proses pembangunan di segala bidang. “Pengalaman bencana harus menjadikan warga Aceh lebih cerdas menyikapi kehidupan dan tanggap serta tangguh menghadapi bencana,” demikian Nazar.

0 komentar:

Posting Komentar