Kutacane, Aceh (ANTARA News) - Upaya penyelamatan ekosistem kawasan Leuser di Provinsi Aceh tidak hanya menjadi tanggungjawab penduduk Aceh tapi juga masyarakat internasional, kata Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda.
"Leuser telah ditetapkan sebagai `paru-paru` dunia karenanya masyarakat internasional juga memiliki tanggungjawab yang sama dalam melestarikan kawasan ini," katanya di Kutacane, ibukota Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu.
Hal itu disampaikan dihadapan ribuan masyarakat dan simpatisan Partai Golkar yang menghadiri pembukaan Rapat kerja daerah (Rakerda) partai tersebut. Oleh karena itu, Sulaiman Abda yang juga Ketua DPD I Partai Golkar Aceh minta para pihak yang diberikan "amanah" untuk mengelola Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) harus melakukan aksi nyata yakni pemberdayaan masyarakat yang bermukim di dekat gunung Leuser.
"Ekonomi masyarakat terutama yang bermukim di kaki gunung Leuser itu perlu segera diberdayakan, sehingga mereka memiliki tanggungjawab bersama dalam menjaga keselamatan Leuser, dengan tidak menebang atau toleransi kepada siapapun yang akan mengusik keselamatan Leuser," katanya menambahkan.
Sebelumnya, Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) mengeluarkan data kerusakan Leuser dalam lima tahun terakhir (2005-2009) mencapai seluas 36 ribu hektare.
Data BPKEL menyebutkan pada awal 2005 luas tutupan hutan di KEL 1.982.000 hektare dan akhir 2009 mengalami deforestasi, sehingga luasnya menjadi 1.946.000 hektare .
BPKEL memperoleh data kerusakan hutan dengan menggunakan salah satu metode penginderaan jauh, yaitu interprestasi citra satelit, yakni LANDSAT (USGS/NASA) tahun 2005-2009.
Dipihak lain, Sulaiman Abda mengimbau masyarakat dan pemerintah terutama yang wilayahnya sebagai tempat letaknya Leuser, seperti Kabupaten Aceh Tenggara, juga memiliki kepekaan tinggi dalam upaya menyelamatkan Leuser.
"Jangan sampai bencana terjadi akibat ulah kita menebang pohon dan merusak lingkungan lainnya. Kalau Leuser terus dirambah maka saya khawatir bencana bisa menimpa masyarakat, terutama mereka yang bermukim di KEL," katanya.
Hutan KEL saat diharapkan bisa menjadi salah satu "produk" pendapatan masyarakat dan Aceh khususnya melalui program perdagangan karbon yang telah digagas Pemerintah Aceh bersama dunia internasional.
Pembukaan areal kebun dan lahan pertanian masyarakat merupakan keharusan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, tapi dengan tidak merusak lingkungan dan perambahan hutan, kata Sulaiman Abda.
0 komentar:
Posting Komentar